Pengikut

AS Anjlok Emas Berkilau

12 Oktober 2008, Radar Banjarmasin

oleh : Mia E. Yunita, SP. (KalSel)

Ambruk juga akhirnya perekonomian AS yang berpangkal pada sistem kapitalis. Kebangkrutan ekonomi AS ini disinyalir bermula dari : 1. Penumpukan hutang nasional hingga mencapai 8.98 trilyun dollar AS sedangkan PDB hanya 13 trilyun dollar AS, 2. Terdapat progam pengurangan pajak korporasi sebesar 1.35 trilyun dollar. (mengurangi pendapatan negara), 3. Pembengkakan biaya Perang Irak dan Afganistan (hasilnya Irak tidak aman dan Osama Bin Laden tidak tertangkap juga) setelah membiayai perang Korea dan Vietnam, 4. CFTC (Commodity Futures Trading Commision) sebuah lembaga pengawas keuangan tidak mengawasi ICE (Inter Continental Exchange) sebuah badan yang melakukan aktifitas perdagangan berjangka.Dimana ECE juga turut berperan mengdongkrak harga minyak hingga lebih dari USD 100/barel, 5. Subprime Mortgage: Kerugian surat berharga property sehingga membangkrutkan Merryl Lynch, Goldman Sachs, Northern Rock,UBS, Mitsubishi UFJ, 6. Keputusan suku bunga murah dapat mendorong spekulasi (Kompas, 27/1/08).

Pada intinya, konstruksi ekonomi AS (ekonomi global) yang berpijak pada kapitalisme dengan dominasi sektor ribawi dan sektor non riil lah yang berhasil memunculkan bubble economy. Akibatnya kini meledaklah bubble economy tersebut.

Wajar bila keambrukan ekonomi AS berimbas dahsyat pada perekonomian global. Hal ini dikarenakan posisi AS sebagai negara ’pertama’ (adidaya) dan poros perekonomian dunia sendiri berpatokan pada dolar AS baik pada sektor riil maupun non riil. Dominasi sektor non riil sendiri sangat sensitif hingga isu apapun yang mengganggu jalannya ekonomi pastinya berimbas pada sektor riil. Baik langsung maupun secara tidak langsung. Hal ini bisa kita lihat betapa permintaan ekspor komoditas dalam negeri (Indonesia) mampu menyusut begitu krisis ekonomi AS terjadi. Salah satu contoh yaitu ekspor elektronik Rahmat Globel, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Elektronika Indonesia menyatakan ekspor dapat turun 10 % imbas dari krisis global ini (//economy.okezone.com, 9/10/08).

Rakyat yang terdiri dari pengusaha, investor juga rakyat biasa hanya bisa harap-harap cemas dengan krisis ekonomi global ini. Herannya, mengapa justru pemerintah mempertahankan dominasi sektor non riil tetap eksis ? Padahal, sudah bisa melihat dengan mata kepala sendiri betapa eksistensi dominasi sektor non riil begitu fluktuatif dan kelemahannya begitu nyata dalam memperkuat perekonomian negara serta kesejahteraan rakyat. Akan tetapi, di sela-sela gencarnya peredaman kekhawatiran masyarakat akan krisis ini justru emas kian menunjukan kilaunya.

Kini harga emas 99 (emas murni) akhirnya mencapai sekitar harga Rp 280.000/gram ke atas (Kabar Petang, TVOne, 11/10/08). Masyarakat pun berduyun-duyun menginvestasikan uangnya ke emas (dalam bentuk perhiasan). Setidaknya fenomena ini mampu menyadarkan kita semua bahwa tidak selamanya uang kertas (fiat money), pasar uang (market money) dan pasar bursa adalah sektor ekonomi yang mampu menunjang kekuatan ekonomi secara sehat dan syar’i.

Kestabilan ekonomi dunia pernah dicapai saat emas menjadi sistem mata uang utama. Hal ini terjadi hingga awal abad 20. Pada kurun waktu tersebut, tiap negara-negara di dunia justru mencetak uang emas dan perak dengan bentuk dan pola yang khas serta dengan timbangan yang tetap dan batasan tertentu. Namun akhirnya sebelum perang dunia I, negara-negara imperialis menjadikan uang kertas sebagai alat tukar (Al Amwal fi Daulah al-Khilafah, 1988).

Sistem berbasis emas sebenarnya menjamin kestabilan nilai tukar uang. Misalnya Dinar Islam 4,25 gram emas, pound Inggris setara dengan 2 gram emas murni, franc setara 1 gram emas murni. Maka, dua dinar Islam dapat ditukar dengan sembilan franc Prancis atau 4,5 pound Inggris. Sistem ini mewujudkan kemantapan dan kestabilanmata uang karena terbukti emas tahun 1910 masih senilai dengan harga emas tahun 1890 (Al-Waie, September, 2002 ; Afkar : Memahami Krisis Ekonomi).

Lalu, bagaimana bila terjadi krisis emas ?

Berkurangnya emas justru adalah akibat inflasi yang mendominasi dunia. Bila dunia kembali menerapkan sistem emas untuk menjaga stabilitas nilai mata uang maka justru mengurangi penggunaan emas karena emas yang ada tidak akan pernah digunakan untuk aktivitas perdagangan namun sebagai alat tukar (Al Amwal fi Daulah al-Khilafah, 1988).

Kebangkrutan AS menunjukan realita bahwa kapitalisme kini di ujung tanduk. Adalah kebodohan yang sangat besar bila mengulang kesalahan yang sama untuk bangkit dari keterpurukan yang diakibatkan dari perekonomian kapitalis ini yaitu kembali kepada sistem kapitalis. Salah satu contohnya yaitu justru mempertahankan sektor ekonomi non riil. Bukannya mengubah sistem ekonomi, menghapus ribawi, memperkuat dominasi sektor riil serta kembali kepada emas dan perak.

Wallahu’alam bish shawab. Sumber :http://alpenprosa.wordpress.com

Comments :

0 komentar to “AS Anjlok Emas Berkilau”

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya