Pengikut

Negara Islam Bukan Ilusi

Ide lama yang basi menyerang ide Islam, penegakan syariah, Khilafah kembali muncul. Kelompok liberal Sabtu malam (18/05) meluncurkan buku “Ilusi Negara Islam”: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia. Buku setebal 322 halaman yang diterbitkan atas kerja sama Gerakan Bhineka Tunggal Ika, The Wahid Institute dan Ma’arif Institute.

Menurut Gus Dur studi dalam buku ini dilakukan dan dipublikasikan untuk membangkitkan kesadaran seluruh komponen bangsa khususnya para elit dan media massa tentang bahaya ideology dan paham Islam garis keras yang dibawa ke Tanah Air oleh gerakan transnasional dari Timur Tengah.



Sebenarnya perdebatan transnasional tidak relevan. Persentuhan Indonesia dengan ideology transnasional tidak terelakkan. Bukan hanya ideolgi, Indonesia juga bersentuhan dengan hal lain baik itu berupa agama seni, budaya, bahasa, bahkan juga makanan yang bersifat transnasional. Lima agama yang diakui (Islam, Kristen, Khatolik, Hindu, Budha), juga Khonghu Cu, semua berasal dari luar Indonesia. Termasuk pula gagasan-gagasan politik seperti demokrasi, bahkan istilah Republik juga berasal dari Barat.

Masuknya Islam ke Indonesia juga tidak bisa dilepaskan dari watak “transnasional” Islam. Adalah sultan Muhammad I dari kekhilafahan Ustmani pada tahun 080H/1404M pertama kali mengirim para ulama (kelak dikenal sebagai walisongo) untuk berdakwah ke pulau jawa seperti, Maulana Malik Ibrahim (Turki), Maulana Ishaq (Samarqand) yang dikenal dengan syekh Awwalul Islam, Maulana Ahmad Jumadil Kubra (Mesir), Maulana Ahmad Al-Maghribi (Maroko), Maulana Malik Israil (Turki), Maulana Hasanuddin (Palestina), Maulana Aliyuddin (Palestina) dan syekh Subakir dari Persia.

Keberadaan ormas-ormas Islam di Indonesia seperti NU, Muhammadiyah, Persis, Al Irsyad, juga tidak bisa dilepaskan dari persinggungan dengan dunia Islam internasional. Watak transnasional ini wajar saja mengingat Islam memang agama bagi seluruh manusia di dunia (rahmatan lil ‘alamin). Tokoh-tokoh pendiri ormas itu sebagian besar belajar dari Timur Tengah dan menyebarkan pemikiran-pemikiran ulama dari Timur Tengah yang menjadi pusat Islam saat itu.

Penyakit Islammophobia dan Syariahphobia sepertinya telah membutakan mata hati dan sikap rasional kelompok liberal dan pengusungnya ini. Kenapa hanya kelompok Islam dan ideology Islam yang mereka anggap sebagai ancaman dari luar dan bersifat transnasionalisme. Sementara itu, ide-ide liberal dan sekuler seperti demokrasi, HAM, pluralism, ide gender yang mereka usung sesungguhnya merupakan ide import (dari Barat) dan juga berwatak transnasional, tidak dianggap ancaman.

Padahal ide liberal dan sekuler ini bukan hanya mengancam, tapi juga telah menjadi penyebab kehancuran Indonesia dan dunia Islam. Bukankan penerapan ekonomi yang ner liberal di Indonesia dengan program pengurangan subsidi, privatisasi, investasi asing dan pasar bebas telah menyebabkan kemiskinan dan perampokan kekayaan Indonesia.

Atas nama HAM, kebebasan bertingkah laku mereka merusak moralitas menjerumuskan para pemuda dalam kemaksiatan. Dengan alasan HAM, mereka minta pornografi dan pornoaksi, pengakuan terhadap kelompok gay dan lesbian dilegalkan. Sementara perda yang mewajibkan busana Muslimah dianggap melanggar HAM.

Atas nama HAM mereka juga meracuni akidah umat Islam. Dengan dalil kebebasan beragama, kelompok liberal ingin meminta agar Ahmadiyah jangan dilarang. Tidak hanya itu, ‘tafsir’ liberal mereka usung telah menghacurkan sendi-sendi Islam yang mendasar yang menimbulkan keraguan terhadap kebenaran Al Qur’an dan As Sunnah.

Kelompok liberal ini menganggap kelompok yang ingin menegakkan syariah Islam sebagai garis keras. Sementara AS dan sekutunya dengan alasan HAM dan penyebaran demokrasi, serta perang melawan terorisme membunuh jutaan umat Islam di Irak, Afghanistan, Somalia, Sudan dan Palestina, tidak secara intersif mereka kritik. Bukankah dengan dalih HAM (kebebasan untuk menentukan nasib) Timor Timur lepas, dan hal yang sangat mengancam Aceh dan Papua ? Jadi ideology mana yang seharusnya berbahaya ?.

Yang jelas kewajiban menegakkan syariah dan Khilafah adalah perintah Allah SWT. Tidak mungkin hokum yang berasal dari Allah mencelakan manusia. Semua itu bukan mimpi, bukan sekedar ilusi, tapi secara normative dan historis.

Syariah Islam akan membebaskan Indonesia dari penjajahan ideology negara imprealis dan mensejahterakan rakyat.

Syariah akan menjamin kebutuhan pokok tiap individu rakyat yang menjadi tanggung jawab negara. Berdasarkan syariah Islam pendidikan dan kesehatan wajib gratis. Syariah Islam juga melarang barang-barang yang merupakan pemilikan umum (al milkiyah al ‘amah) seperti emas, perak, minyak, batu bara diserahkan kepada swasta apalagi asing. Milik rakyat yang harus dikelola untuk maslahatan umat.

Syariah juga akan mencegah tiap intervensi asing yang mengancam disintegrasi umat dan negara. Sedangkan Khilafah Islam adalah institusi yang menerapkan syariah Islam dan menyatukan umat Islam sehingga menjadi negara adidaya global yang mensejahterakan manusia. Lantas siapa sebenarnya yang mengancam Indonesia ? []farid wadjdi

Dikutip dari : Tabloit Media Umat, Edisi 13,
26 Jumadil Awwal – 10 Jumadil Akhir 1430 H/ 22 Mei – 4 Juni 2009

Comments :

0 komentar to “Negara Islam Bukan Ilusi”

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya