Pengikut

Haram Membiarkan Rakyat Menderita

Beberapa waktu lalu, masyarakat Indonesia digemparkan fatwa terbaru dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait dengan masalah maraknya fenomena pengemis dewasa ini. Fatwa MUI tersebut secara tegas menyatakan haramnya mengemis. Tentu saja hal tersebut menjadi pukulan yang luar biasa bagi kalangan pengemis, baik mengemisnya memang karena kebutuhan mendesak untuk memenuhi perut yang keroncongan atau mengemis karena memang sudah menjadi profesi karena tidak adanya lapangan pekerjaan. Fatwa MUI tersebut sedikit-banyak menuai pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat, terutama dari kalangan pengemis itu sendiri. Sejumlah masyarakat yang masih memiliki rasa iba terhadap pengemis setidaknya memperlihatkan kekurangsetujuan terhadap dikeluarkannya fatwa tersebut. Namun, sejumlah masyarakat lainnya menyambut baik fatwa tersebut. Pasalnya, selama ini mereka merasa terganggu dengan semakin menjamurnya profesi pengemis, tidak hanya di perkotaan tetapi juga sampai ke wilayah perkampungan.


Pro-kontra di kalangan masyarakat seputar fatwa MUI tersebut tentu saja sangat beralasan. Alasan paling utama adalah keluarnya fatwa haram mengemis dari MUI tersebut tidak disertai dengan solusi yang tepat untuk menggantikan profesi mengemis tersebut, dengan kata lain tidak diikuti dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang memadai untuk menyambung hidup mereka. Lantas siapakah yang salah dan siapa semestinya yang harus bertanggung jawab atas kebutuhan pokok mereka?

Fakta bahwa banyaknya rakyat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan tidak bisa disangkal lagi. Keterpaksaan mereka mengambil jalan mengemis demi memenuhi kebutuhan pokok mereka menjadi bukti kuat tentang bagaimana terpuruknya bangsa ini. Maraknya pengemis saat ini sangat jelas masalahnya, yaitu karena tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang memadai bagi mereka dan masalah ini belum dijadikan masalah utama oleh para penguasa negeri ini. Mereka baru bisa berbicara soal penertiban, tetapi belum bisa memberikan solusi riil bagi permasalahan rakyat miskin dewasa ini.

Sulitnya lapangan pekerjaan saat ini karena kesalahan sistem dan mekanisme ekonomi yang diterapkan. Perekonomian bangsa Indonesia saat ini diserahkan kepada sistem pengelolaan kapitalis yang nyata-nyata suatu sistem yang sampai kapanpun tidak akan pernah memihak kepada rakyat banyak, terlebih bisa menyejahterakan bangsa ini. Inilah akar masalah yang tengah menimpa bangsa Indonesia dewasa ini. Dari sini, jelas kenapa kemudian di negeri ini praktik mengemis menjamur, yaitu karena ketidaktersediaan lapangan pekerjaan yang memadai bagi mereka.

Permasalahan kaum pengemis ini sampai kapanpun tidak akan pernah selesai hanya dengan mengeluarkan fatwa haramnya mengemis tetapi harus ada solusi yang nyata, yaitu solusi yang bisa membuat hidup mereka menjadi sejahtera dan ini jelas menjadi tanggung jawab para penguasa karena fungsi penguasa adalah sebagai pengayom (ri’ayah) bagi rakyatnya. Hal yang harus dilakukan penguasa bangsa ini adalah menciptakan lapangan pekerjaan yang memadai sehingga para pengemis bisa bekerja dengan layak dan terhormat.

Membiarkan rakyat menjadi pengemis adalah bentuk keharaman yang sangat jelas sekaligus menunjukkan ketidakpedulian para penguasa bangsa ini terhadap nasib rakyatnya. Bagaimana tidak, melindungi rakyat dari marabahaya (dhoror) adalah kewajiban penguasa, termasuk bahaya kemiskinan beserta turunannya. Jadi, semestinya fatwa yang tepat dikeluarkan dalam kondisi seperti ini bukan "haram mengemis" tetapi "haram membiarkan rakyat jadi pengemis", karena dengan diterapkannya sistem sekuler kapitalis oleh para penguasa bangsa ini merupakan upaya memiskinkan dan membunuh rakyat secara sistematis.

Ada sejumlah alasan mengapa fatwa MUI yang mengharamkan mengemis itu kurang relevan. Pertama, fatwa tersebut tidak disertai dengan solusi untuk mengatasi permasalahan kebutuhan pokok mereka, yaitu ketersediaan lapangan pekerjaan yang memadai.

Kedua, dengan adanya fatwa tersebut berarti secara tidak langsung sudah membatasi wilayah seseorang untuk beramal dengan sedekah. Bukankah Islam tidak pernah membatasi seseorang untuk bersedekah baik itu kepada orang miskin, pengemis, bahkan kepada orang yang berkecukupan sekalipun. Bahkan Islam telah memerintahkan umatnya untuk memperbanyak sedekah baik dalam keadaan lapang maupun sempit, terlebih pada bulah suci Ramadan yang mulia ini. Jika tidak, akan berlaku Sabda Rasulullah saw., "Barangsiapa yang bangun pada pagi hari sementara ia tidak memperhatikan urusan/kebutuhan kaum Muslimin maka ia bukan termasuk golongan kaum Muslimin".

Ketiga, fatwa tersebut dengan sengaja atau tidak akan membuat kehidupan pengemis dan orang-orang miskin jauh lebih miskin dan menderita karena rantai nafkah mereka telah diputus. Jika begitu, fatwa tersebut secara tidak langsung telah sejalan dengan tujuan sistem kapitalis untuk memiskinkan dan membunuh rakyat secara sistematis.

Semoga kita selalu termasuk ke dalam golongan orang-orang yang selalu memperhatikan dan memenuhi kebutuhan orang lain yang nyata-nyata sedang membutuhkan pertolongan kita, amin. Wallahualam bissawab.***

Penulis,Asep Kurniawan (staf pengajar di salah satu sekolah swasta di Kabupaten Bandung, aktivis Hizbut Tahrir Indonesia).

Comments :

0 komentar to “Haram Membiarkan Rakyat Menderita”

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya